Rabu, 03 November 2010

The Story of Evil


A/N : ohayou, konnichiwa, oyasumi minna-san~~~ apa kabar? Baik? Buruk? Saya harap baik XDDD woah, fic baru nih! Saya lagi tergila-gila sama 'Servant of Evil' PV, jadi kuputuskan untuk bikin fic-nya, gabungan dari servant of evil, regret message dan re-birthday versi tulisan saya XDDDD mohon dibaca, dan jangan lupa komentar agar saya bisa memperbaiki kesalahan dan ada dan membuat jadi penyemangatku untuk membuat lanjutannya TwT oke, happy reading~~~

Disclaimer : Yamaha corp and Crypton corp

Chapter 1 begin!

The Story of Evil

Len's POV

"Hambamu menghadap, Putri."

Seorang gadis berambut coklat dengan gaun merah lusuh berdiri di tengah-tengah ruangan. Wajahnya memancarkan kesedihan walau pun di luar dia menunjukan senyuman yang keruh kepada Putri Rin, seorang Putri yang memegang peranan di kerajaan kuning ini. Putri Rin memperhatikan gadis bergaun lusuh itu dengan seksama.

"Ada masalah apa?" Putri Rin berseru dari tempatnya duduk di singga sana-nya. Aku yang berdiri di sampingnya membisu, memperhatikan apa yang akan gadis itu lakukan selanjutnya.

"Nama saya Meiko."

"Aku tidak butuh namamu! Sekarang katakan apa yang kau butuhkan, aku sibuk! Dan… Oh! Apa kau lupa, kalau kau menghadapku lebih baik kau bersujud padaku?" seru sang Putri. Aku yang kaget mendengar teriakannya tiba-tiba, segera menjauh dari tempatnya duduk beberapa langkah. Gadis rambut coklat itu, Meiko. Terlihat menggertakan giginya, mencoba menahan amarah. Namun dia menuruti dengan berjongkok dan merendahkan kepalanya, bersujud kepada Putri Rin.

"Maafkan kelancangan hamba, saya ingin melaporkan sesuatu. Sebenarnya, kami para rakyat kecil kekurangan bahan pangan. Air bersih saja sudah hampir habis di sungai desa, satu-satunya sumber air bersih adalah kanal di dekat kastil, namun tempat itu dijaga oleh Prajurit Anda. Banyak orang yang sakit namun tidak memiliki biaya untuk berobat, Putriku. Mohon tolonglah kami. Bantulah kami. Aku, sebagai wakil dari rakyat kecil kerajaan ini meminta belas kasihmu."

Perasaanku terasa miris mendengar semua kisah yang Meiko katakan. Kulirik Putri Rin dengan jantung berdegup. Akankah dia membantu? Kuharap Begi—

"Kau tau sesuatu?" Perkataan Putri Rin membuatku berhenti berpikir, sekarang pandanganku kembali kepada Meiko.

"A… Ada apa, Putriku?" Meiko kembali bersujud.

"Kau… Membuatku muak dengan semua yang kau ceritakan. Kau mau mendongeng kisah sedih, maaf aku tidak terharu." Aku dan Meiko menatap ke arah Putri dengan tatapan kaget. Dadaku berdebar keras.

Bagaimana…

"Bagaimana mungkin Putri berkata seperti itu…?" Meiko bergumam dengan suara yang bergetar.
Putri Rin mengangkat bahu dengan kedua mata tertutup, tangannya yang memegang kipas berwarna kuning dia gunakan untuk menutupi mulutnya yang menyungging seringai.

"Tentu saja, seperti kataku. A-ku mu-ak pa-da ce-ri-ta-mu..." Putri memenggal tiap suku kata yang diucapkannya. Meiko kini telah berdiri dengan mata yang berkilat-kilat.

"Kau..."

"Len, bagaimana menurutmu?" Kini Putri menatapku dengan tatapan mendesak. Aku merasakan keringat yang turun melalui keningku. Wajahku memucat, namun dengan kemampuanku sebagai Pelayan yang telah diajarkan, aku berusaha tetap tenang dan menjawab dengan nada yang datar.

"Aku setuju sekali denganmu, Putriku."

"Anak baik..."

"Kalian... Kalian ini, IBLIS! Bagaimana mungkin kalian tetap setenang ini melihat ra—"

TENG! TENG!

Pandanganku tersibak dengan suara jam yang berdentang dengan keras. Kualihkan pandanganku ke arah jam raksasa yang berdiri dengan kokoh di ujung ruangan yang besar ini. Jarum menunjukan pukul tiga sore. Putri Rin tampak melihat ke arah jam juga.

"Wah, sudah jam tiga~ waktunya minum teh! Len, tolong siapkan ya!"

Aku membungkuk hormat ke arah Putri Rin yang kini sudah berdiri di hadapanku. Kujawab dengan suara yang datar. Sedatar nada yang kuucapkan sebelumnya.

"Seperti yang kau harapkan, Putriku."

"Putri! Saya mohon dengarkan aku! Aku hanya ingin kami semua bisa hidup makmur!"

"Diam kau. Apa kau ingin kepalamu kupenggal? Kau beruntung karena sekarang waktu minum teh, sehingga aku hanya punya selera untuk makan. Ayo, Len, saatnya pergi. Penjaga! Lemparkan gadis lusuh ini keluar!"

"TIDAK!" Teriakan Meiko terdengar begitu memilukan di telingaku, aku melihatnya yang diseret keluar oleh kedua penjaga yang mengenakan seragam prajurit berwarna perak. Meiko berusaha melepaskan diri namun aku tau itu tak akan membuahkan hasil.

"Kau... Kau akan hancur!" Teriakan terakhir Meiko menjadi sesuatu yang menjanggal di hatiku.



"Hari ini teh apa, Len?" Putri Rin bertanya sembari memperhatikanku mempersiapkan peralatan untuknya minum teh. Aku tersenyum kecil.

"Silakan duduk dulu, Putriku." Aku menarik bangku tempat Putri biasa menghabiskan waktunya untuk minum teh, dia segera menurutiku. Setelah yakin Putri telah duduk dengan nyaman aku segera mendorong bangku tersebut agar menghadap ke meja yang telah tersaji beberapa menu untuk acara minum teh.

"Wah, hebat..."

"Teh hari ini adalah huángchá, teh kuning dari Cina. Untuk dessert Putri bisa memilih antara orange pudding, orange cake atau orange cookies." Aku berkata sambil menunjuk satu-persatu makanan yang telah tersaji. Kedua mata Putri terlihat berbinar melihat apa saja yang tersaji di hadapannya.

"Semua... Semuanya rasa jeruk~~~ Aku mau semua!" serunya dengan girang, kedua tangannya terangkat ke atas. Aku tertawa nyaring melihat reaksi konyol sang Putri.

"Nanti Putri bisa gendut." komentarku.

"Biar saja, sekarang aku mau mulai dari kue keringnya dulu~!" dia segera mengambil sebuah kue kering dari piring kecil yang terukir gambar bunga berwarna kuning. Kuperhatikan Putri Rin yang mengunyah kue jeruk itu dengan lahap, aku tersenyum kecil. Namun pikiranku kembali kepada Meiko dan rakyat kecil yang diceritakannya, apa benar keadaan menjadi begitu buruk? Aku selama ini berada di kastil sebagai pelayan Putri, sehingga aku tidak tau betul apa yang terjadi di luar sana.

"Len?"

Aku segera memupupuskan pikiranku setelah Putri memanggilku tiba-tiba, kutatap Putri Rin dengan pandangan sedikit bingung namun segera kuperbaiki dengan senyuman hangat yang biasa kutunjukan.

"Ada apa, Putriku?"

"Aku yang seharusnya bertanya 'ada apa', kenapa kau sedari tadi diam? Apa ada sesuatu? Kau bisa menceritakannya padaku, Len."

Aku terdiam sejenak, kuarahkan pandanganku ke arah lantai. Tidak berani melihat ke kedua mata biru laut Putri. Setelah beberapa saat aku mengangkat wajahku lagi dengan senyum yang tersungging di sana.

"Aku tidak apa-apa. Kebahagiaan Putri adalah kebahagiaanku. Jadi, tolong... Jangan khawatirkan segala sesuatu mengenaiku." kataku melanjutkan. Kulihat Putri yang menatapku dengan pandangan kaget, lalu dapat kulihat dia yang membalas senyumanku sesaat kemudian.

"Kau berbeda Len, kau begitu baik padaku. Hanya kau yang bisa membuatku tenang. Terima kasih."

"Ini sudah menjadi tugasku, Putri..."



Suara debur ombak terdengar begitu lembut di telingaku. Kupejamkan kedua mataku untuk merasakan sejuknya udara yang berada di sekelilingku. Setelah merasa lebih tenang aku kembali membuka kedua mataku, kuedarkan pandanganku ke sekeliling, matahari terbenam terlihat di horizon. Memberikan sensasi berwarna jingga di atas laut yang biru. Aku tersenyum sembari mempererat genggaman pada botol yang berisi harapanku. Aku sadar kalau aku sudah begitu lama menghabiskan waktu di sini, kalau aku tidak cepat kembali bisa-bisa amarah Putri Rin meledak.

"Hup!" kulempar botol itu jauh-jauh ke arah laut, setelah yakin botol itu berlayar menjauh ketempelkan kedua tanganku dan kueratkan satu sama lain. Berdoa kepada Tuhan atas apa yang aku harapkan, sesuatu yang telah kutuliskan ke dalam kertas di dalam botol yang kini berlayar dengan bebas di lautan biru yang luas.

To Be Continued


A/N : kata yang ingin aku sampaikan setelah menyelesaikan ini adalah. ANEH bin PENDEK ==' halah, ternyata saya tidak berbakat bikin fic DDDX engga bagus, aneh, pendek, bla bla bla *dibekep* ok, komentar?

1 comment:

Anonim mengatakan...

Bagus sekali!

Posting Komentar